Berdasarkan berbagai hadist para ulama menyimpulkan bahwa benar seseorang yang meninggal pada hari Jum’at mendapat keistimewaan. Salah satunya adalah siapa yang meninggal di dalamnya maka ia aman dari adzab kubur. Pendapat tersebut didasarkan terhadap berbagai hadits berikut ini.
Dari Abdullah bin Amru bin Ash radhiyallahu ‘anhuma dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Tidak ada seorang muslim pun yang meninggal pada hari Jum’at alias malam Jum’at kecuali Allah bakal menjaganya dari fitnah kubur.” (HR. Ahmad no. 6582 dan At-Tirmidzi no. 1074)
Akan tetapi para ulama hadis tak sama pendapat mengenai kesahihan hadis ini. Mereka menganggap bahwa hadis itu adalah hadis dhaif. Imam Tirmizi ketika meriwayatkan hadis ini membahas hadis tersebut adalah hadis gharib, yang kemudian
Ibnu Hajar al-‘Asqalani menegaskan dalam kitab Fathul Bari sanad hadis ini dhaif dan juga diriwayatkan oleh Abu Ya’la dengan lafaz yang seumpama dari Hadis Anas bin Malik, tetapi sanadnya lebih dhaif lagi.
Syekh Syu’aib Al-Arnauth ketika memberi komentar terhadap hadis ini dalam Musnad Imam Ahmad mengatakan sanad hadis itu dhaif. Kemudian, ia menyatakan berbagai hadis yang
mendukung dan menegaskan semua hadis yang mendukung tersebut tak dapat dipakai untuk menguatkan hadis ini.
Dan, Albani telah salah sebab mengatakan hadis itu hasan alias sahih dalam kitabnya Ahkam al-Janaiz.
Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Abdurrazzak dalam kitabnya al-Mushannaf dengan lafaz “dilepaskan dari azab kubur”, tetapi dalam sanadnya ada Ibnu Juraij yang populer dalam mentadlis hadis.
Sebagian ulama mengatakan apabila terbukti kematian seseorang pada hari tertentu mempunyai keutamaan alias keistimewaan pastinya hari Senin lebih mutlak sebab pada hari itulah Nabi Muhammad SAW, kekasih dan makhluk paling mulia yang diciptakan Allah SWT, meninggal dunia.
Apabila hadis-hadist di atas adalah hadis sahih maka itu menunjukkan keutamaan bagi Muslim dan Muslimah yang meninggal pada hari Jumat. Dan, pastinya keutamaan ini hanya bagi kaum Muslimin yang meninggal dalam ketauhidan, yakni keimanannya tak dinodai oleh kemusyrikan, kekufuran, dan segala yang mengabolisi keimanan seseorang.
Sedangkan, mereka yang meninggal dalam kemusyrikan dan kekufuran pastinya bakal memperoleh azab kubur dan siksa neraka sebagaimana yang telah dijanapabilan Allah SWT dalam Alquran dan Sunah Rasul-Nya.
Sebagai seorang Muslim dan berpegang pada akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah, kami tak boleh memastikan bahwa seseorang bakal masuk surga alias masuk neraka, kecuali yang telah disebutkan oleh Nabi saw dalam hadis-hadisnya.
Sementara itu Ustad Makmur Lc, ulama di Banjarmasin mengatakan bahwa Orang yang meninggal dalam keadaan khusnul khatimah bukan ditentukan pada hari, tetapi pada amal lakukanannya selagi nasib. Menurut dia, kalau terbukti orang itu baik maka meninggal di hari Jumat menjadi kebaikan. Tetapi bila selagi nasibnya bergelimang dosa, maka bakal masih saja mendapat azab.
Sikap kami terhadap saudara kami sesama Muslim yang meninggal adalah rutin menginginkan kebaikan baginya, memohonkan ampunan dan rahmat Allah SWT baginya, dan tak mencela alias menyebut-nyebut kekurang baikan-kekurang baikan yang telah ia lakukan.
Dari Aisyah ra, ia mengatakan, “Nabi saw bersabda, ‘Janganlah anda mencela orang-orang yang telah meninggal sebab mereka telah memperoleh apa yang telah mereka kerjakan.” (HR Bukhari). Wallahu a’lam bish shawab.*** [Infoyunik]