Empat daerah di negara tersebut dinyatakan sebagai wilayah bencana karena meluasnya banjir dan longsor akibar hujan deras.
Banyak tempat masih sama sekali terputus hubungan karena tingginya permukaan air dan jalan rusak.
Pemerintah mengakui tidak memberikan respons yang cukup dalam menangani banjir,
Koran The Global New Light of Myanmar mengutip Menteri Penerangan, Ye Htut, yang mengatakan peringatan banjir tidak diterima semua orang dan terjadi kebingungan terkait usaha pengungsian.
Permintaan bantuan internasional berbeda dengan kebijakan pada tahun 2008 saat Topan Nargis menewaskan lebih 130.000 orang dan pemerintah menolak bantuan dari luar.
Kementerian penerangan Myanmar menaruh permintaan bantuan kemanusiaan kepada badan PBB dan negara donor pada halaman Facebook hari Senin malam.
Permintaan ini juga muncul di koran setempat pada hari Selasa.
Sebuah video dari Reuters pada Senin (3/8) menunjukkan ratusan orang
berbondong-bondong melalui banjir lumpur untuk mengambil persediaan yang dijatuhkan dari udara.
Rakhine adalah rumah bagi 140 ribu pengungsi, terutama kaum Muslim Rohingya yang tinggal di kamp-kamp kumuh yang tersebar di seluruh negara bagian.
Pekerja darurat masih menghapi kesulitan di Chin pada Selasa, setelah hujan menyebabkan tanah longsor di pegunungan yang membatasi wilayah India dan Bangladesh.
Htut menambahkan, jalanan utama di Myanmar menjadi buntu dan helikopter yang mencoba memasuki kota dengan helikopter juga terhambat oleh hujan.
Akibat banjir, ratusan ribu hektar lahan pertanian rusak, PBB telah memperingatkan Myanmar bahwa hal tersebut dapat menganggu musim tanam dan akan berdampak buruk terhadap persediaan pangan jangka panjang.
Koran Myanmar Global New Light, mengutip Menteri Pendidikan, mengatakan bahwa setidaknya 1.300 sekolah telah ditutup karena banjir.
Juru Bicara Parlemen Myanmar, Shwe Mann, mengatakan parlemen juga menunda pertemuan menjadi tanggal 10 Agustus, yang akan menjadi pertemuan final sebelum pemilihan umum pada 8 November.