Karena adanya naluri itulah muncul kecenderungan laki-laki kepada perempuan dan perempuan kepada laki-laki. Tak hanya kecenderungan hati, tetapi juga kecenderungan syahwat. Untuk memuliakan manusia, mengangkat harkatnya agar lebih terhormat Allah SWT membuat sebuah tata aturan sebagai jalan perwujudan naluri ini yaitu pernikahan.
Menikah karena Allah
“Ada empat perkara yang termasuk Sunnah para Rasul: rasa-malu, memakai wewangian, bersiwak, dan menikah.” (HR. At-Tirmidzi)
Dalam salah satu sabdanya Rasulullah SAW mewasiatkan kalau menikah adalah sunnahnya para rasul, di hadits lain Rasulullah SAW juga bersabda kalau pernikahan adalah penyempurnaan dari sebuah hadits di kitab ash-Shahiihah yang dihasankan oleh syeikh al-bani :
“Jika seorang hamba menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya; oleh karena itu hendaklah ia bertakwa kepada Allah untuk separuh yang tersisa.”
Sementara Allah SWT memerintahkan menikah kepada hamba-hambanya sebagaimana termaktub dalam surah an-nur ayat 32 :
Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan menjadikan mereka mampu dengan karunia-Nya…”
Itulah sebagian kecil dari perintah Allah dan Rasulnya perihal pernikahan, jelas sudah kalau menikah adalah sebuah ibadah yang memang Allah anjurkan. Sesuatu yang awalnya terlarang bahkan haram menjadi halal dan berlimpah pahala kebaikan setelah halal melalui akad pernikahan, itulah indahnya pernikahan. Ada pahala kebaikan dalam setiap detik ketaatan seorang istri kepada suaminya dan juga ada pahala kebaikan di setiap detik kasih sayang seorang suami kepada istrinya.
Saat ini banyak orang yang menikah karena cinta, menikah karena kecantikan, menikah karena harta, bahkan juga menikah karena popularitas, sudah amat jarang orang yang menikah karena Allah.
Apa sebenarnya yang dimaksud menikah karena Allah, dan apa ciri-cirinya? Berikut pembahasan singkatnya.
Pernahkah mendengar kisah tentang seorang pemuda yang menikahi wanita padahal sebelum melamar disebutkan oleh ayahnya bahwa putrinya tersebut buta, tuli, lumpuh,dan bisu? Tapi pemuda ini tetap menerima kondisi wanita tersebut dan bermaksud menikahinya.
Bukankah pemuda ini aneh? Apa yang diharapkannya dari seorang wanita yang katanya buta, tuli, bisu,dan lumpuh?
Namun faktanya, kisah tersebut berakhir happy ending karena ternyata wanita yang dinikahi pemuda itu luar biasa cantik dan normal tanpa cacat, justru wanita shalihah tersebut buta, tuli, bisu dan lumpuh dari segala maksiat yang Allah larang. Subhanallah... Benar-benar beruntunglah pemuda yang memperistrinya.
Nah, itulah sekilas gambaran mengenai menikah karena Allah. Ketika kita tidak hitung-hitungan untung rugi, hanya mengikuti istikhoroh dan kemantapan hati, menikah tanpa berharap hal-hal duniawi, semata-mata ingin menggenapkan separuh agama agar makin dekat pada ridho Allah, maka Allah pun melimpahkan rahmat dan rezekiNya yang tak diduga-duga. Ternyata banyak hal menarik dari diri pasangan kita tersebut yang baru kita dapatkan setelah pernikahan.
Zaman sekarang masih adakah pemuda yang menikahi wanita tanpa embel-embel keinginan duniawi? Mungkin ada, tapi jumlahnya makin langka. Kebanyakan pemuda menjadikan kecantikan, kepintaran, keturunan, dan harta sebagai kriteria istri yang dicarinya.
Memang tak dipungkiri, wanita dinikahi karena 4 hal: kecantikan, keturunan, harta dan agamanya. Akan tetapi jika hanya ada satu kriteria yang dipenuhinya, yakni agamanya yang baik, itu saja pun sebenarnya telah mencukupi.
Jadi berikut ini beberapa ciri-ciri sederhana seseorang yang menikah karena Allah:
1. Menyandarkan keputusan dan kemantapan hatinya dengan melakukan istikhoroh dan bermusyawarah dengan keluarga
2. Niat menikah semata-mata ingin beribadah mengikuti sunah Rasulullah
3. Bertanggungjawab terhadap keputusan yang telah diambil, tidak akan menyesali di kemudian hari atau menyalahkan orang lain atas pernikahan tersebut
Ada orang yang menikah karena disuruh orangtua, ketika terjadi sesuatu yang kurang baik dalam pernikahannya, langsung deh menyalahkan orangtua. Ini bukanlah sikap seseorang yang menikah karena Allah.
4. Seseorang yang menikah karena Allah akan menyadari bahwa pernikahan memiliki konsekuensi dan memerlukan komitmen.
Bukan sekadar untuk bersenang-senang atau bermain-main, maka ia telah mempersiapkan mentalnya bahkan untuk segala hal buruk yang mungkin terjadi setelah menikah.
Sahabat Ummi, apakah kita menikah karena Allah atau menikah karena selainNya? Mari kita luruskan niat. Wallahualam.